Jumat, 31 Januari 2014

Tugas Sejarah :)

Ini tugas yang dikasi guru sejarah , namanya Bapak Karsono :D . Berhubung catatan dipinjem temen yang janji hari ini mau balikin tapi gk jadi karna libur, ini ada yang ngarang sendiri (ya maklum lah anak yang rajin mendengarkan ketika guru menerangkan :) jadi inget dikepala dikit-dikit #eaakk). Ini tugasnya :D


Makna Terawang pada Candi


1.    Arti simbolis lubang terawang belah ketupat

Yaitu :  Berkaitan dengan filosofi menuju ke tingkat kesempurnaan

2.   Arti simbolis lubang terawang segi empat

Yaitu :  Berkaitan dengan filosofi lebih sederhana atau sempurna daripada bentuk belah ketupat yang masih tergolong raya.

Stupa Tanpa Terawang

Contohnya : Stupa induk berongga (tanpa lubang terawang) . Terletak di tengah – tengah paling atas yang merupakan mahkota dari seluruh monumen bangunan Borobudur, garis tengah Stupa induk + 9.90 M puncak yang tertinggi di sebut pinakel / Yasti Cikkara, terletak di atas Padmaganda dan juga trletak di garis Harmika.

Makna Gerak Tangan Patung Budha pada Candi

Sikap tangan Budha melambangkan hal yang berbeda-beda yang disebut Mudra. Mudra ini menjadi petunjuk atau identifikasi tentang apa yang sedang dilakukan Budha. Sikap kaki bersila dan berada di singgasana berbentuk teratai, dinamakan padmasana. Kaki kanan telapak kakinya dibuka ke atas ditumpangkan pada kaki sebelah kiri. Sikap kaki kanan menjadi semacam penopang tubuh untuk relaksasi saat bermeditasi. Bahasa tubuh yang ditunjukkan oleh Budha baik dari sikap tangan dan bahu menunjukkan sikap tubuh seperti orang sedang beryoga. Penempatan arca Budha mengikuti arah penjuru mata angin.

Berikut adalah Dyani budha Arca Budha menurut Mudra:

1.    UTARA: Dhyani Buddha Amoghasidhi dengan Abhaya-Mudra (a= meniadakan, bhaya= bahaya). Arca budha dengan mudra/ sikap telapak tangan menghadap ke depan, maksudnya adalah meniadakan bahaya/ menolak bahaya.

2.   SELATAN: Dhyani Budha Ratnasambhawa. Arca budha bersikap tangan Wara-Mudra. Wara-Mudra melambangkan pemberian amal, memberi anugerah atau berkah.

3.   BARAT: Dhyani Budha Amitabha. Arca budha dengan sikap Dhyana-Mudra sikap tangan melambangkan sedang bermeditasi atau mengheningkan cipta.

4.   TIMUR: Dhyani Buddha Aksobhiya. Arca Budha melambangkan Bhumispara-Mudra, sikap tangan yang menggambarkan saat Sang Budha memanggil dewi bumi, sebagai saksi ketika ia menangkis semua serangan iblis (mara).

5.   ZENITH/ PUSAT: Dhyani Budha Wairocana. Arca budha dengan sikap Dharma Cakra-Mudra melambangkan gerak memutar roda dharma. Di Candi Borobudur, Mudra ini digambarkan dengan sikap tangan yang disebut Witarka-Mudra.

Kamis, 30 Januari 2014

Paris

Assalamualaikum :)
mau share foto tanah kelahiran doeloooeeee :D




Sabtu, 11 Januari 2014

Songket Pandai Sikek

 Songket Pandai Sikek

Bahan-bahan tenun songket Pandai Sikek :
1.      Benang , kira-kira panjangnya 2 meter dan lebarnya untuk kain 95 cm , sedangkan untuk selendangnya 35 & 50 cm
2.      Makaf (benang emas)
3.      Benang Kristal
4.      Benang sutra (suto)
5.      Turak , untuk tempat makaf, benang kristal dan benang sutra
6.      Lidi , untuk membantu pembuatan motif
7.      Alat pembuat motif (pancukia) , terbuat dari bambu yang di pipihkan dan dihaluskan , ujungnya di runcingkan
8.      Palapah , terbuat dari papan yang di pipihkan dan dihaluskan , ujungnya juga di runcingkan

Motif-motif dari selendang yang ada pada songket Pandai Sikek :
·         Motif lagerang
·         Motif love
·         Motif pucuk 
Motif kotak-kotak
·         Motif piteh
·         Motif kunang-kunang
·         Motif bugih
·         Motif buah pala
·         Motif berantai
·         Motif tapak gajah
·         Motif melati
·         Motif kandang kudo
·         Motif saik galamai
·         Motif ais

















photos

Hello....
share jin'n photos now :) hope you like it



Jumat, 03 Januari 2014

Ringkasan isi kitab Pararaton



Ringkasan isi kitab Pararaton


Serat Pararaton, atau Pararaton saja (bahasa Kawi: "Kitab Raja-Raja"), adalah sebuah kitab naskah Sastra Jawa Pertengahan yang digubah dalam bahasa Jawa Kawi. Naskah ini cukup singkat, berupa 32 halaman seukuran folio yang terdiri dari 1126 baris. Isinya adalah sejarah raja-raja Singhasari dan Majapahit di Jawa Timur. Kitab ini juga dikenal dengan nama "Pustaka Raja", yang dalam bahasa Sanskerta juga berarti "kitab raja-raja". Tidak terdapat catatan yang menunjukkan siapa penulis Pararaton.
Pararaton diawali dengan cerita mengenai inkarnasi Ken Arok, yaitu tokoh pendiri kerajaan Singhasari (1222–1292). Selanjutnya hampir setengah kitab membahas bagaimana Ken Arok meniti perjalanan hidupnya, sampai ia menjadi raja pada tahun 1222. Penggambaran pada naskah bagian ini cenderung bersifat mitologis. Cerita kemudian dilanjutkan dengan bagian-bagian naratif pendek, yang diatur dalam urutan kronologis. Banyak kejadian yang tercatat di sini diberikan penanggalan. Mendekati bagian akhir, penjelasan mengenai sejarah menjadi semakin pendek dan bercampur dengan informasi mengenai silsilah berbagai anggota keluarga kerajaan Majapahit. Penekanan atas pentingnya kisah Ken Arok bukan saja dinyatakan melalui panjangnya cerita, melainkan juga melalui judul alternatif yang ditawarkan dalam naskah ini, yaitu: "Serat Pararaton atawa Katuturanira Ken Angrok", atau "Kitab Raja-Raja atau Cerita Mengenai Ken Angrok". Mengingat tarikh yang tertua yang terdapat pada lembaran-lembaran naskah adalah 1522 Saka (atau 1600 Masehi), diperkirakan bahwa bagian terakhir dari teks naskah telah dituliskan antara tahun 1481 dan 1600, dimana kemungkinan besar lebih mendekati tahun pertama daripada tahun kedua.